13 Tips Membangun Komunikasi Yang Efektif Antara Pelatih
dan Murid Dalam Program Latihan Karate.
Berkomunikasi dengan murid tentu diperlukan skill komunikasi
yang baik. Hal itu dikarenakan setiap murid punya karakter yang berbeda-beda
sehingga untuk menyikapinya diperlukan trik khusus. Perlakuan terhadap murid yang kurang cerdas tentu berbeda dengan
bagaimana memperlakukan murid cerdas di dojo.
Tapi bukan berarti murid yang kurang cerdas harus dikesampingkan
hanya karena ia tidak bisa mengikuti program pelatihan yang diberikan.
Untuk itulah diperlukan keterampilan komunikasi yang efektif. Lalu bagaimanakah
komunikasi yang efektif antara pelatih dan murid di dojo ?
1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
Dalam
proses pelatihan karate tidak jauh berbeda dengan pembelajaran disekolah,
seorang pelatih hendaknya menggunakan bahasa dan kosa kata yang mudah dipahami
oleh murid-muridnya (khususnya anak usia 6-12 tahun). Penggunaan kata yang
tepat tentu baik juga untuk perkembangan murid (anak). Selain itu, lakukan
penekanan dan penjelasan berulang-ulang pada apa yang menjadi kata kunci dari program
pelatihan tersebut.
Sebisa
mungkin berbicaralah dengan tempo yang tepat, yakni tidak terlalu cepat dan
tidak terlalu lambat. Bicara dengan tempo yang terlalu cepat akan membuat murid jadi kurang bisa mencerna, menyimak, dan
memahami, sedangkan tempo lambat bisa membuat murid jadi mengantuk.
2. Perhatikan penggunaan kata kata ‘kamu’ dan ‘saya’
Mengatakan
‘kamu’ kepada murid terkesan menghakimi
dan menempatkan mereka pada posisi defensive, yakni perasaan takut dan sering
merasa terancam. Misalnya “kamu tidak bisa”. Tentu murid akan merasa dihakimi dan itu hanya akan
membuat mereka semakin malas. Sebaiknya jangan menyebut “kamu”, tetapi jauh
lebih baik jika pelatih memanggil namanya. Beda halnya dengan penggunaan kata
‘saya’ yang lebih merefleksikan perasaan pembicara.
Misalnya “saya sedih saat ada murid saya yang tidak semangat mengikuti latihan bersama saya”. Kalimat kedua tentu lebih mengena pada perasaan si murid sehingga lambat laun murid yang tadinya malas berubah menjadi semangat dan termotivasi.
Misalnya “saya sedih saat ada murid saya yang tidak semangat mengikuti latihan bersama saya”. Kalimat kedua tentu lebih mengena pada perasaan si murid sehingga lambat laun murid yang tadinya malas berubah menjadi semangat dan termotivasi.
3. Bersikap asertif saat menangani konflik
Sikap
asertif adalah kemampuan menyelesaikan konflik di mana seseorang akan
mengutarakan apa yang dirasakannya, meminta apa yang diinginkan dan menolak apa
yang tidak diinginkan.
Pelatih karate yang bersikap asertif akan memperjuangkan apa yang benar dan mengubah prilaku yang salah tanpa adanya paksaan yang manipulatif. Maka dari itu, seorang pelatih karate sebaiknya mampu bersikap asertif saat menangani permasalahan dengan murid (peserta latihan).
4. Hindari
kata-kata yang terkesan menyalahkan murid
Dalam
proses melatih dan berlatih, sebaiknya hindari penggunaan kata-kata yang
terkesan menyalahkan murid, seperti mengkritik, memberi label, menceramahi dan
sebagainya. Misalnya, ketika seorang murid pretasi kurang maksimal pada sesi
latihan, maka tidak perlu langsung mengkritiknya dan melabeli dia dengan
sebutan ‘bodoh’.
Jika ada kasus seperti itu, maka sebaiknya tanyakanlah penyebab mengapa ia mendapat prestasi buruk. Karena kritik dan pemberian label seperti itu, hanya akan membuat murid semakin merasa bersalah dan kehilangan kepercayaan diri.
5. Jadilah
pendengar yang baik
Seorang
pelatih karate yang tidak hanya sibuk memberi arahan tapi juga mampu menjadi
pendengar yang baik manakala siswanya memberikan pendapat tentu akan mendapat
nilai plus tersendiri di mata para siswanya.
Murid
yang diberi kesempatan mengajukan pertanyaan dan mengutarakan pendapat tentu
akan senang bukan main. Hal itu karena ia merasa dihargai. Jadi,
menunjukkan perhatian dan memberi tanggapan yang positif adalah tindakan
terbaik.
6. Perhatikan
komunikasi non verbal
Dalam
proses program pelatihan, bukan hanya komunikasi verbal saja yang dibutuhkan
tapi juga komunikasi non verbal. Gerakan seperti kening berkerut tanda berpikir
keras atau menggelangkan kepala tanda menolak merupakan contoh komunikasi non
verbal. Seorang pelatih karate sebaiknya juga harus bisa membaca hal tersebut.
Misalnya ada seorang murid yang melamun
atau kurang memperhatikan pengarahan dalam pelatihan.
Hal itu menandakan bahwa murid tersebut tidak fokus atau mungkin saja bosan / jenuh dengan materi pelatihan yang dibawakan oleh sang pelatih. Jika sudah begini, sang pelatihlah yang harus membaca situasi. Mungkin bisa memberikan selingan dengan memberikan sedikit permainan kecil yang menghibur / memotivasi.
7. Ciptakan
suasana yang menguntungkan
Sebagai
seorang pelatih, hendaknya menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Karena
komunikasi yang efektif berawal dari suasana yang bersahabat, terbuka dan dua
arah.
Yakinkan mereka tentang manfaat apa yang dipetik dengan mempelajari dan berlatih karate yang sedang dijalankan. Dengan begitu, mereka akan tahu betapa pentingnya sebuah pembelajaran.
8. Tanamkan sikap
respek
Sebuah
proses komunikasi tidak akan berjalan efektif jika tidak dibarengi dengan
penghargaan. Penghargaan yang dimaksud di sini adalah sikap respek pelatih
terhadap semangat dan usaha muridnya saat dating, menjalankan latihan hingga
selesai.
Seorang pelatih karate yang melatih muridnya dengan rasa respek pada murid-muridnya tentu akan menerima umpan balik yang serupa dari mereka. Para murid pun juga akan bersikap respek pada sang pelatih.
Seorang pelatih karate yang melatih muridnya dengan rasa respek pada murid-muridnya tentu akan menerima umpan balik yang serupa dari mereka. Para murid pun juga akan bersikap respek pada sang pelatih.
9. Pahami kondisi
siswa
Pelatih
karate yang baik adalah pelatih yang tidak pernah memaksa murid-muridnya untuk mengikuti
semua rencananya. Jika salah seorang murid terlihat sedikit aneh, maka jangan
langsung menegurnya apalagi menghentikan / mengistirahatkan semantara dari program
latihan yang sedang dijalaninya di dojo.
Tunggulah saat jam istirahat tiba lalu panggil ia dan bicaralah empat mata. Tanyakan padanya alasan dia seperti itu, apa keluhanya, dan lain sebagainya.
10. Tunjukkan
sikap yang baik
Di
era sekarang pada umumnya, kebanyakan para
murid tidak ingin dilatih oleh pelatih
karate yang galak dan pemarah. Mereka suka dengan pelatih karate yang
menyenangkan dan murah senyum. Saat pembelajaran berlangsung, gunakanlah
kata-kata yang sopan.
Ingatlah bahwa bukan hanya murid saja yang harus berprilaku sopan. Seorang pelatih karate pun juga harus sopan karena pelatihlah yang akan jadi contoh bagi murid-muridnya.
11. Makna dari
pesan harus jelas
Sepandai
apapun seorang pelatih karate, tidak ada artinya jika murid-muridnya tidak
mengerti apa yang ia sampaikan /ucapkan. Seorang pelatih karate harus jelas
dalam menyampaikan bahan ajar, rencana latihan agar para murid bisa lebih mudah mengerti, mengikuti dan
menjalankan program latihan di dojo.
Hindari terlalu banyak penggunaan bahasa ilmiah. Sebaiknya gunakanlah bahasa yang sesuai dengan usia murid (anak usia 6 – 12 tahun). Berbicara pada murid yang baru duduk dibangku kelas 1 SD tentu berbeda saat berbicara dengan murid yang telah duduk dibangku kelas 3 SMA.
12. Tanamkan sikap
pengendalian diri
Seperti
yang disebutkan sebelumnya bahwa para murid biasanya tidak begitu menyukai pelatih
karate yang galak dan pemarah. Mereka tidak ingin belajar dalam suasana tekanan
hanya karena takut dimarahi. Maka dari itu, sebagai seorang guru ada baiknya
untuk menanamkan sikap pengendalian diri.
Didalam
dojo tentu ada berbagai macam karakter murid. Jika ada murid yang menyebalkan,
hindarilah bertengkar dengannya. Itu hanya akan terlihat kekanakan. Sebaiknya
kendalikan diri sebaik mungkin agar tidak mudah terpancing emosi.
13. Bersikap
rendah hati
Seorang
pelatih karate belum tentu lebih ahli, lebih pintar, lebih berpengalaman dari murid-muridnya. Banyak juga murid yang justru lebih cerdas dari pelatih itu
sendiri. Jika sudah begini, sikap rendah hati sangat diperlukan. Hal itu
bertujuan agar sang pelatih tidak merasa tersaingi oleh si murid. Saat pelatih
karate merasa tersaingi, maka hilanglah tujuan dari komunikasi efektif itu.
Pesan pun tidak tersampaikan karena tujuan melatih yang awalnya ingin berbagi ilmu akhirnya berubah menjadi ingin pamer ilmu. Jadi, seorang pelatih karate harus memiliki karakter yang kuat sebelum membangun komunikasi yang efektif dengan peserta latihannya. Karena pelatih karate yang berkarakter juga akan menghasilkan anak didik yang berkarakter pula.
Semoga
bermanfaat bagi yang membacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar